Rabu, 30 April 2014

ILMU BUDAYA DASAR TUGAS KE-1

Posted by Unknown On 23.09

Merdeka.com - Kasus tewasnya Ade Sara Angelina Suroto menjadi sorotan lantaran tewas secara mengenaskan di tangan Hafiz, mantan pacarnya. Hafiz membunuh tidak sendiri, ia dibantu pacar barunya, Assyifa. Atas nama dendam dan cemburu, dua sejoli tersebut pun membuat skenario jahat untuk menghabisi nyawa Ade Sara.

Berikut kronologi pertemuan Ade Sara dengan kedua pelaku hingga akhirnya tewas :

- Senin, 3 Maret 2014

Sekitar pukul 17.30 WIB, sesuai perjanjian, korban bertemu dengan Assyifa di Stasiun Gondangdia. Saat itu korban seharusnya ada jadwal mengikuti les bahasa Jerman yang rutin ia lakukan. Di sinilah, korban sesuai dengan rencana pelaku bertemu dengan tersangka Hafiz. Kedua pelaku pun mengantar ke tempat les korban di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.

Kabid Humas Polda Metro Jaya KombesRikwanto menuturkan terdapat sandiwara yang dilakoni kedua pelaku. "Ada sandiwara, mereka (kedua pelaku) bertengkar," tuturnya.

Saat Ade Sara turun dari mobil Hafiz untuk ikut les, rupanya Assyifa pun juga ikut turun. Kemudian, Hafiz mengajak Assyifa masuk ke dalam mobil. Assyifa tak ingin masuk ke dalam mobil, jika Ade Sara juga tak masuk. "Padahal itu jebakan. Melihat keduanya bertengkar, Sara pun tergerak," tambah Rikwanto.

Tak berapa lama, keduanya pun melakukan penganiayaan terhadap Ade Sara. Kanit V Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya Kompol Antonius Agus menjelaskan, pada awalnya Ade Sara dipaksa untuk menanggalkan seluruh pakaiannya. Saat hendak dibuka oleh Assyifa, korban menolak dan memilih untuk membuka sendiri pakaiannya.

"Disuruh buka baju biar enggak kabur. Kan malu tuh kalau kabur keluar mobil enggak pakai baju," jelas Agus.

Lantaran sempat mendapat penolakan dari Ade Sara, keduanya pun naik pitam. ''Hafiz sempat menendang leher korban dengan kaki kiri, memukul dan menyetrum lagi. Assyifa juga memberikan beberapa pukulan lagi,'' jelas Agus.

Keduanya langsung melanjutkan perjalanan sambil membungkam korban dengan tisu dan kertas koran.

- Pukul 21.25 WIB

Assyifa memegang dada korban dan mendapati Ade Sara sudah tewas. Mobil Hafiz sempat mogok tiga kali.

- Selasa, 4 Maret 2014

Sekitar pukul 02.00 WIB, saat melintas di Kemayoran, mobil pelaku kembali mogok. "Tersangka minta bantuan ke temannya untuk membetulkan aki," ucap Agus.

Sedangkan Assyifa memakaikan kembali pakaian Ade Sara. Di sinilah Hafiz memberitahukan kepada temannya yang datang bahwa ia membawa mayat. Temannya menganggap Hafiz bercanda dan selanjutnya meninggalkan Hafiz ketika akinya sudah berfungsi.

Sekitar pukul 21.00 WIB, kedua pelaku pun membuang jenazah Ade Sara di pinggiran Tol Bintara, Bekasi.

- Rabu, 5 Maret 2014

Sekitar pukul 04.00 WIB jenazah korban ditemukan petugas.

Berikut urutan perjalanan Hafiz Assyifa bersama korban: Gondangdia - Menteng (korban bertemu dengan kedua pelaku) - Tamini - Cawang - Pramuka (diduga terjadi penganiayaan) - Kemayoran (korban sudah meninggal dalam keadaan telanjang) - Utan Panjang - ITC Cempaka Mas -Salemba - Bintara (korban dibuang) - Pulau Gebang.

Setelah kita simak berita tersebut dapat saya simpulkan bahwa yang terjadi terhadap mereka (pelaku) mengalami emosional yang tidak setabil dan kurangnya iman yang mengakibatkan pelaku melakukan perencanaan ini untuk dapat melimpahkan emosinya terhadap korban yang katanya pelaku hanya ingin korban tetap berkomunikasi dengannya tetapi tindakan pelaku berujung pada kematian korban.
saran saya seseorang harus mempunyai Resiliensi. Resiliensi adalah kemampuan untuk beradaptasi dan tetap teguh dalam situasi sulit. (Reivich dan Shatté,2002).
Kemampuan ini terdiri dari:

1. Regulasi emosi Menurut Reivich dan Shatté (2002) regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah tekanan. Individu yang memiliki kemampuan meregulasi emosi dapat mengendalikan dirinya apabila sedang kesal dan dapat mengatasi rasa cemas, sedih, atau marah sehingga mempercepat dalam pemecahan suatu masalah. Pengekspresian emosi, baik negatif ataupun positif, merupakan hal yang sehat dan konstruktif asalkan dilakukan dengan tepat. Pengekpresian emosi yang tepat menurut Reivich dan Shatté (2002) merupakan salah satu kemampuan individu yang resilien. Reivich dan Shatté (2002) mengemukakan dua hal penting yang terkait dengan regulasi emosi, yaitu ketenangan (calming) dan fokus (focusing). Individu yang mampu mengelola kedua keterampilan ini, dapat membantu meredakan emosi yang ada, memfokuskan pikiran-pikiran yang mengganggu dan mengurangi stress.

2. Pengendalian impuls Reivich dan Shatté (2002) mendefinisikan pengendalian impuls sebagai kemampuan mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri seseorang. Individu dengan pengendalian impuls rendah sering mengalami perubahan emosi dengan cepat yang cenderung mengendalikan perilaku dan pikiran mereka. Individu seperti itu seringkali mudah kehilangan kesabaran, mudah marah, impulsif, dan berlaku agresif pada situasi-situasi kecil yang tidak terlalu penting, sehingga lingkungan sosial di sekitarnya merasa kurang nyaman yang berakibat pada munculnya permasalahan dalam hubungan sosial.

3. Optimisme Individu yang resilien adalah individu yang optimis. Mereka memiliki harapan pada masa depan dan percaya bahwa mereka dapat mengontrol arah hidupnya. Dalam penelitian yang dilakukan, jika dibandingkan dengan individu yang pesimis, individu yang optimis lebih sehat secara fisik, dan lebih jarang mengalami depresi, lebih baik di sekolah, lebih peoduktif dalam kerja, dan lebih banyak menang dalam olahraga (Reivich & Shatté, 2002). Optimisme mengimplikasikan bahwa individu percaya bahwa ia dapat menangani masalah-masalah yang muncul pada masa yang akan datang (Reivich & Shatté, 2002).

4. Empati Empati merepresentasikan bahwa individu mampu membaca tanda-tanda psikologis dan emosi dari orang lain. Empati mencerminkan seberapa baik individu mengenali keadaan psikologis dan kebutuhan emosi orang lain (Reivich & Shatté, 2002). Selain itu, Werner dan Smith (dalam Lewis, 1996) menambahkan bahwa individu yang berempati mampu mendengarkan dan memahami orang lain sehingga ia pun mendatangkan reaksi positif dari lingkungan. Seseorang yang memiliki kemampuan berempati cenderung memiliki hubungan sosial yang positif (Reivich & Shatté, 2002).

5. Analisis penyebab masalah Seligman (dalam Reivich & Shatté, 2002) mengungkapkan sebuah konsep yang berhubungan erat dengan analisis penyebab masalah yaitu gaya berpikir. Gaya berpikir adalah cara yang biasa digunakan individu untuk menjelaskan sesuatu hal yang baik dan buruk yang terjadi pada dirinya.
Gaya berpikir dibagi menjadi tiga dimensi, yaitu:
 1)Personal (saya-bukan saya) individu dengan gaya berpikir ‘saya’ adalah individu yang cenderung menyalahkan diri sendiri atas hal yang tidak berjalan semestinya. Sebaliknya, Individu dengan gaya berpikir ‘bukan saya’, meyakini penjelasan eksternal (di luar diri) atas kesalahan yang terjadi. 2)Permanen (selalu-tidak selalu) : individu yang pesimis cenderung berasumsi bahwa suatu kegagalan atau kejadian buruk akan terus berlangsung. Sedangkan individu yang. optimis cenderung berpikir bahwa ia dapat melakukan suatu hal lebih baik pada setiap kesempatan dan memandang kegagalan sebagai ketidakberhasilan sementara.
 3)Pervasive (semua-tidak semua) : individu dengan gaya berpikir ‘semua’, melihat kemunduran atau kegagalan pada satu area kehidupan ikut menggagalkan area kehidupan lainnya. Individu dengan gaya berpikir‘tidak semua’, dapat menjelaskan secara rinci penyebab dari masalah yang ia hadapi. Individu yang paling resilien adalah individu yang memiliki fleksibilitas kognisi dan dapat mengidentifikasi seluruh penyebab yang signifikan dalam permasalahan yang mereka hadapi tanpa terperangkap dalam explanatory style tertentu.

6. Efikasi diri Reivich dan Shatté (2002) mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif. Efikasi diri juga berarti meyakini diri sendiri mampu berhasil dan sukses. Individu dengan efikasi diri tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan masalahnya dan tidak akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan itu tidak berhasil. Menurut Bandura (1994), individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangat mudah dalam menghadapi tantangan. Individu tidak merasa ragu karena ia memiliki kepercayaan yang penuh dengan kemampuan dirinya. Individu ini menurut Bandura (1994) akan cepat menghadapi masalah dan mampu bangkit dari kegagalan yang ia alami.

7. Peningkatan aspek positif Menurut Reivich dan Shatté (2002), resiliensi merupakan kemampuan yang meliputi peningkatan aspek positif dalam hidup . Individu yang meningkatkan aspek positif dalam hidup, mampu melakukan dua aspek ini dengan baik, yaitu:
(1) mampu membedakan risiko yang realistis dan tidak realistis,
(2) memiliki makna dan tujuan hidup serta mampu melihat gambaran besar dari kehidupan. Individu yang selalu meningkatkan aspek positifnya akan lebih mudah dalam mengatasi permasalahan hidup, serta berperan dalam meningkatkan kemampuan interpersonal dan pengendalian emosi (Reivich dan Shatte, 2002)

sumber :
http://www.merdeka.com/
http://id.wikipedia.org/wiki/Resiliensi
  • Statistic Blog

  • Translator widget

    English French German Spain

    Italian Dutch Russian Brazil

    Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
    Translate Widget by Google